Meminang

Sejarah penting dalam hidup manusia termasuk bagi seorang Yudhi Baslau.

Nice Moment

Sampai kapanpun masa-masa berkumpul bersama kawan-kawan akan selalu menjadi kenangan manis untuk diingat.

Ekspresi Diri

Seni sastra termasuk membaca puisi cara murah dan mudah untuk mengusir gundah dan galau.

Mun Lain Kita Siapa Pang Lagi

Saatnya Berbuat Bersama Melestarikan Seni Budaya Kalimantan.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 29 April 2017

Kala Adat Istiadat Leluhur Mulai Pudar

Dayak Meratus Halong Tunjukkan Pesonanya

Dewan Adat Dayak (DAD) Balangan secara rutin setiap tahunnya mengadakan kegiatan yang berpusat di Desa Kapul, Kecamatan Halong, Balangan. Bertajuk Pesona Dayak Meratus.
------------------------------------------------
SECARA kasat mata, kegiatan ini diadakan untuk menghidupkan geliat wisata budaya di Bumi Sanggam, hingga meningkatkan petekonomian warganya.

Namun ada cita-cita yang lebih besar terselip di baliknya, yaitu menanamkan dan mengajak para generasi penerus suku Dayak Meratus Halong, supaya peduli dan melestarikan adat istiadat budaya leluhur yang mulai ditinggalkan, terkikis oleh kemajuan jaman.

Sudah tiga kali Dayak Meratus Halong menunjukkan pesonanya setelah pelaksanaan pertama pada tahun 2015 lalu. Semua yang dihadirkan tidak lepas dari pernak-pernik kebudayaan masyarakat suku dayak Meratus yang hidup harmoni berdampingan dengan alam.

Sehingga gelaran festival Pesona Dayak Meratus ini benar-benar menjadi gambaran nyata tentang kebudayaan dayak Meratus dalam menjalani kehidupan sehari-hari, meskipun masih ada yang tidak bisa dihadirkan, seperti ragam ritual adat.

Menumbuk padi, membuat anyaman, menyumpit dan permainan tradisional seperti bagasing, mutuu, balugu, kenje merupakan sebagian dari seluruh kebudayaan dayak Meratus yang ditampilkan.

Tak ketinggalan juga  pameran kerajinan, kuliner, wisata alam serta pengobatan tradisional, semuanya itu merupakan sebagian kecil dari kearifan lokal komunitas masyarakat penghuni pegunungan meratus tersebut.

Sekretaris DAD Balangan, Eter Nabiring mengakui bahwa diselenggarakannya acara ini, tak terlepas dari kegelisahan pihaknya akan pergaulan generasi penerus dayak, yang semakin hari semakin jauh dengan adat istiadat leluhur.

"Kalau bukan kita yang tua-tua ini yang memperkenalkan kembali kepada anak-anak lalu siapa lagi? Boleh bahkan harus mengikuti perkembangan jaman, tapi jangan sampai meninggalkan kearifan lokal yang sudah diajarkan turun-temurun," tukasnya.

Eter juga tak menampik, bahwa masih banyak kekurangan yang didapati dari setiap kegiatan kali ini, dan itu akan menjadi pembelajaran pihaknya ke depan agar pelaksanaan selanjutnya bisa lebih baik lagi.

"Setiap kekurangan yang ada di tahun sebelumnya selalu kita benahi pada pelaksanaan selanjutnya. Begitu terus-menerus hingga menghasilkan produk terbaik suatu saat nanti, yang dapat merangkul dua sisi kepentingan," katanya optimis.

Sementara itu, menurut Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Balangan, Mandan mengungkapkan, yang menjadi kenndala utama pada pelaksanaan tahun ini yaitu terkait luasan lahan.

"Jumlah pengunjung setiap tahunnya selalu meningkat, begitu juga dengan tahun ini yang sangat padat, tak sebanding dengan lahan dimana lokasi kegiatan berpusat, sempit," ujarnya.

Untuk itu Mandan meminta masukan dan dukungan dari Pemkab Balangan serta pihak ketiga, untuk membantu mencari solusi atas permasalahan yang kemungkinan akan kembali terjadi pada tahun-tahun berikutnya ini, apabila tidak diantisipasi dari sekarang.

Dijumpai dalam kesempatan yang sama, Bupati Balangan H Ansharuddin berjanji akan membantu kalau masyarakat sekitar memang serius dan benar-benar ingin dibantu.

"Dalam artian, kita akan membebaskan lahan di sekitar Desa Kapul ini, namun masyarakat harus memberi dukungan dengan tidak mematok harga lahan di luar kemampuan anggaran pemerintah," imbuhnya.

Terpisah, salah satu pengunjung, Ahmad Fauzan mengungkapkan, sangat beruntung bisa datang ke gelaran festival Pesona Dayak Meratus yang menyajikan berbagai atraksi kebudayaan khas dayak Meratus.

Fauzan yang datang dari kota Banjarbaru ini mengaku, sangat puas terhadap sajian yang ditampilkan.

"Kalau bisa gelaran tahun depan festival pesona dayak Meratus ini lebih meriah lagi, dengan cara menambah acara yang ditampilkan lebih banyak dan beragam. Mungkin bisa diselipkan juga bagaimana ritual adat masyarakat Dayak Meratus. Karena itu yang paling menarik," ucapnya. (yud)

Kamis, 27 April 2017

Menengok Aktivitas Anak-anak di Pinggiran Kota yang Tumbuh Tanpa Handphone

Tinggal di daerah yang notabene masih di pinggiran perkotaan namun serasa di pedalaman, itulah kondisi yang dialami oleh warga Murung Binjai, anak desa Kusambi Hulu, Kecamatan Lampihong
-------------------------------------
MESKI terhitung bermukim di kawasan yang hanya berjarak beberapa menit dari jantung ibukota kabupaten, Paringin Kota, namun tidak menjamin warga bisa mendapatkan fasilitas umum yang layak dari pemerintah.
Tanpa listrik, PDAM dan Jalan rusak, seakan membuat kondisi  warga di Murung Binjai yang dihuni oleh 32 KK dengan sekitar 150 an jiwa ini seakan menjadi terpinggirkan dan terlupakan.
Hal ini terus dibiarkan dari tahun ke tahun hingga sekarang, tanpa ada tindakan dengan alasan skala prioritas. Inilah bukti jika pemerataan itu amat sulit diwujudkan, meski keadilan dan perubahan terus digaungkan.
Belum lama tadi, penulis menyempatkan diri untuk menengok aktivitas warga di sana. Waktu yang ditempuh untuk bisa mencapai Desa Kusambi Hulu dari Ibukota Balangan, Paringin, tak lebih dari setengah jam perjalanan.
Sampai di Desa Kusambi Hulu, di sebelah kanan jalan dari Paringin terpampang arah jalan menunjuk ke kanan bertulis Murung Binjai di muara gerbang.
Jarak dari muara hingga mencapai ke pemukiman warga RT 04 yang terisolir itu terhitung dekat, yaitu sekitar enam kilometer.
Namun, kondisi sepanjang jalan yang rusak parah membuat perjalanan yang harusnya bisa ditempuh sekitar sepuluh menit menjadi hampir dua kali lipat.
Siswa-siswi SDN Kusambi Hulu 2 berlarian keluar dari kelas sepulang sekolah, bertepatan saat penulis datang sekitar pukul 11.00 Wita.
Sekolah ini terdiri dari empat ruangan, satu digunakan untuk ruang dewan guru, tiga sisanya untuk kegiatan belajar mengajar. Mengantisipasi jumlah enam kelas, setiap ruangan dibagi dua dengan sekat triplek.
Sementara di sisi lain, para bapak melakukan transaksi karet dengan pengepul yang datang untuk memborong karet hasil sadapan warga, sebagai mata pencaharian utama menunjang ekonomi keluarga.
Di teras salah satu rumah, ibu-ibu tengah asyik mengobrol sembari tawar-menawar dengan penjual baju keliling yang mengkreditkan barang dagangannya.
Di anak desa ini hanya ada satu sekolah yakni SDN Kusambi Hulu 2, tidak adanya sekolah lanjutan di sana dan kondisi jalan yang rusak parah, membuat sebagian anak harus putus sekolah usai lulus SD.
Yani, salah seorang warga sekitar mengungkapkan, dua orang anaknya terpaksa tidak melanjutkan sekolah selepas menjadi alumni SDN Kusambi Hulu 2.
Alasannya, jalanan yang rusak sehingga membuatnya tidak mempercayakan anaknya untuk pergi sekolah ke luar desa, sementara ia sendiri tidak bisa mengantar karena mencari nafkah untuk kehidupan sehari-hari sejak pagi buta.
"Ya terpaksa putus sekolah, kalau saya yang antar jemput terus siapa yang cari nafkah untuk kehidupan sehari-hari kami di rumah?," ungkapnya.
Tidak sekolah dan tidak adanya aktivitas lain di desa, maka membantu orang tua bekerja pergi ke kebun untuk menyadap karet sebagai mata pencaharian utama warga setempat, menjadi satu-satunya pilihan yang harus diambil oleh anak-anak.
Ketua RT 04 Murung Binjai Jailani menuturkan, dulu Murung Binjai dihuni banyak penduduk, namun lantaran tuntutan zaman dan salah satunya untuk kepentingan pendidikan anak, maka warga memilih untuk pindah ke desa lain.
"Bagi mereka yang punya harta berlebih bisa membangun rumah di desa lain, dan ke sini hanya untuk berkebun. Sementara bagi yang pas-pasan tidak ada pilihan selain bertahan," tukasnya.
Untuk penerangan di rumah kala malam tiba kata dia, warga sebagian ada yang menggunakan genset, namun ada juga yang hanya memanfaatkan lampu tembok serta lilin.
Sementara untuk penerangan di jalanan desa, belum lama tadi ada bantuan beberapa colar cell dari perusahaan pertambangan yang beroperasi di Balangan.
"Kalau air bersih dulu sempat ada program Pamsimas masuk sini, tapi hanya lancar selama setahun," tukasnya.
Sehingga sekarang untuk mendapatkan air bersih warga mengandalkan sumur gali. Namun kalau musim kemarau tiba, maka mereka harus keluar desa untuk bisa mendapatkan air bersih.
Namun dari segala penderitaan itu, setidaknya warga tidak perlu khawatir anak-anaknya yang masih belia terpengaruh dari sisi negatif kemajuan tekhnologi elektronik.
Sepulang sekolah, anak-anak berkeliaran di segala penjuru desa, tidak ada handphone yang membuat mereka menjadi generasi nunduk, tidak ada televisi yang mendoktrin mereka tentang percintaan sejak dini.
Satu hal yang tak kalah penting, silaturahmi warga terjaga dengan baik, karena hanya ada satu tempat yang menjadi hiburan di saat senggang, yakni nongkrong sembari menyeruput secangkir kopi di warung. (yud)